Tuesday, January 15, 2008

Pemerolehan Bahasa Kedua

Perbedaan-Perbedaan Individu
Dalam Pemerolehan Bahasa Kedua
Oleh : Marzuki
Mahasiswa program studi pendidikan bahasa inggris
UNIVERSITAS MURIA KUDUS

I. Pengantar

Konsep pemerolehan bahasa kedua menurut Rod Ellis (1997 : 3) dapat didefinisikan sebagai cara seseorang dalam mempelajari bahasa kedua selain bahasa Ibu (bahasa asli) mereka baik di dalam maupun di luar kelas.
Pemerolehan bahasa kedua merupakan fenomena yang komplek. Para pembelajarnya akan mengalami tahapan-tahapan yang berbeda satu sama lain, mereka juga akan memperoleh hasil yang berbeda-beda pula. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang meliputi faktor interal dan eksternal.

Faktor-faktor eksternal meliputi kondisi sosial dimana pemerolehan bahasa terjadi dan input yang diterima oleh pembelajar. Kondisi sosial sangat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar bahasa kedua. Ini dapat dilihat dari kesempatan para pembelajar untuk menerima dan menggunakan bahasa yang dipelajari tersebut dalam sebuah lingkungan sosial, pembelajar akan menguasai bahasa kedua dengan singkat apabila mereka berinteraksi langsung dengan lingkungan sosial yang menggunakan bahasa tersebut. Faktor eksternal selanjutnya adalah input. Keberhasilan pembelajar bahasa kedua dipengaruhi oleh jenis atau tipe input yang mereka terima. Misalnya : mereka lebih berhasil dengan menggunakan input yang sudah diformulasikan secara sederhana atau dengan menggunaan input yang masih asli dari penutur bahasa lainnya.

Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari diri individu pembelajarnya meliputi kecakapan berbahasa, motivasi yang dimiliki, serta strategi belajar yang mereka gunakan. Faktor-faktor tersebut merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberagaman hasil belajar bahasa kedua di samping faktor-faktor eksternal. Hal ini disebabkan karena perbedaan-perbedaan individual yang dimiliki oleh pembelajar. Suatu contoh, seorang siswa akan lebih berhasil menguasai bahasa Inggris dengan cepat dikarenakan mempunyai motivasi internal dibandingkan dengan siswa yang mempunyai motiavasi eksternal; karena takut dimarahi orang tuanya apabila gagal. Hal ini disebabkan karena jenis motivasi mereka berbeda.

II. Konsep Perbedaan Individu dan Faktor Yang Mempengarui Perbedaan Individu dalam Pemerolehan Bahasa Kedua.

Setiap individu adalah unik. Mereka mempunyai ciri, sifat, dan karakteristik serta kemampuan yang berbeda dalam berbagai aspek, diantaranya aspek fisik, aspek intelek, emosi, sosial, bahasa, dan bakat.

Pada aspek fisiknya ditemukan keragaman yang meliputi ukuran tubuh, warna kulit, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan aspek fisik individu. Pada aspek intelek terdapat keragaman dalam tingkat kecerdasan, jenis kecerdasan, serta gaya berpikir individu. Keragaman pada aspek emosi adalah adanya individu yang beremosi stabil dan tidak stabil. Keragaman yang lain ditemukan pada aspek sosial dengan adanya tingkat kepedulian sosial yang berbeda pada setiap individu. Keragaman juga nampak pada aspek bahasa dan aspek bakat yang ditandai dengan kecerdasan bahasa bakat yang berbeda pada setiap individu.

Keragaman dalam berbagai aspek tersebut disebabkan oleh perkembangan individu yang dipengaruhi oleh faktor pembawaan individu (innate) dan faktor lingkungan. Semakin bervariasi faktor pembawaan dan lingkungannya akan semakin bervariasi pula perbedaan-perbedaan pada individu.

Adapun faktor internal yang mempengaruhi perbedaan individu dalam memperolehan bahasa kedua terdapat pada aspek bakat dan bahasa, kecakapan dan kecerdasan bahasa, serta pada aspek intelek, motivasi dan strategi belajar yang digunakan. Motivasi dan strategi belajar digolongkan dalam aspek intelek karena keduanya berkaitan dengan gaya berpikir.
Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai ketiga faktor tersebut.



III. Kecakapan Berbahasa

Menurut Rod Ellis (1997:73) setiap orang mempunyai taraf yang berbeda dalam memiliki kemampuan alami untuk belajar bahasa kedua. Kemampuan alami tersebut dikenal dengan istilah language aptitude yang sangat berhubungan dengan aspek intelegensi manusia.

John B. Caroll dan Stanley Sapon penulis buku Modern Language Aptitude Test menyatakan istilah Language Learning Aptitude atau kecerdasan bahasa berhubungan dengan prediksi relatif akan seberapa baik seorang individu dapat mempelajari bahasa asing dengan jangka waktu dan kondisi tertentu. Mereka juga menyatakan bahwa kecerdasan bahasa mempunyai kadar berbeda pada setiap individu dan bersifat stabil.

Kemudian John B. Caroll mengembangnkan sebuah teori tentang empat kemampuan yang mempengaruhi bakat/kecerdasan pembelajaran bahasa yang terpisah dari kecerdasan bahasa dan motivasi. Keempat kemampuan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Phonetic Coding Ability

Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan menganalisasi perbedaan bunyi, menghubungkan suatu simbol dengan bunyi tertentu, serta menguasai hubungan tersebut.

b. Gramatical Sensitivity

Adalah kemampuan memahami fungsi gramatical dari elemen bahasa (kata, frase, dsb) dalam sebuah kalimat tanpa pelatihan atau pembelajaran.

c. Rote Learning Ability

Adalah kemampuan mempelajari hubungan antara kata-kata di dalam suatu bahasa asing dan artinya.

d. Inductive Learning Ability

Adalah kemampuan untuk menginduksi atau membutikan aturan atau rumus tertentu dalam struktur gramatika sebuah bahasa.

Paul Pimsleur yang terkenal dengan Pimsleur Language Learning System, berdasarkan penelitiannya menemuan beberapa faktor yang mempengaruhi kecerasan bahasa. Pimsleur menggolongkan level-level tertentu dalam belajar bahasa sebagai indikasi prestasi akademik secara umum seperti hanya motivasi. Dia juga menyatakan bahwa belajar bahasa dipengaruhi oleh faktor kemampuan verbal yang mengindikasikan kemampuan siswa dalam menguasai mekanisme belajar bahasa asing dalam mendengarkan dan memproduksi frase dalam sebuah bahasa asing.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat dikatakan bahwa kecerdasan bahasa memuat kemampuan seseorang dalam penggunaan bahasa dan kata-kata yang merupakan bawaan baik secara lisan dan tertulis.

Setiap individu mempunyai kapasitas kecerdasan bahwa yang berbeda dengan individu lainnya sehingga akan mengakibatkan hasil pemerolehan bahasa kedua yang berbeda-beda pula. Hal ini juga diperlukan dengan pendapat Gardner yang menggolongkan kecerdasan manusia menjadi 7 macam yaitu kecerdasan musik, bodi kinestetik, logika matematika ruang, interpersonal, dan intrapersonal. Gardner menambahkan bahwa komposisi ketujuh kecerdasan tersebut sangat berbeda dalam satu individu. Kecerdasan yang paling menonjol akan mendominasi kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan suatu masalah.

Perbedan-perbedaan individu dalam hasil pemerolehan bahasa kedua juga dibuktiakn oleh berbagai institusi bahasa di dunia yang mewajibkan tes kecerdasan bahasa sebelum para pembelajar memasuki institusi tersebut. Dengan menggunakan berbagai instruments tes kecerdasan bahwa institusi-institusi tersebut telah menemukan bahwa pembelajar yang memperoleh skor tinggi dalam tes kecakapan bahasa akan lebih cepat dan mudah dalam belajar bahasa dibanding dengan pembelajar yang memperoleh skor rendah.

IV. Motivasi

Faktor internal yang mempengaruhi perbedaan individu dalam pemerolehan bahasa kedua setelah kecerdasan bahasa adalah motivasi. Motivasi erat hubungannya dengan prestasi atau pemerolehan belajar. Para pembelajar akan memperoleh prestasi belajar sesuai dengan motif yang dimilikinya.
Motivasi berasal dari kata "motif" yang dapat didefinisikan sebagai daya internal dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu dalam mencapai suatu tujuan.

James O. Whittaker mendefinisikan motivasi sebagai kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan motivasi tersebut.

Definisi motivasi menurut kaum behavioristik dalam Broun (2001: 73) adalah suatu kekuatan antisipasi. Di mana kekuatan ini diperlukan bagi pembalajar dalam proses belajar yang akan mengarahkan pembelajar atas tujuan dan usaha yang dilakukannya.

Dari berbagai definisi yang dikemukakan para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi adalah hubungan antara daya internal dan aspek tujuan. Di mana daya internal tersebut akan memberi corak atau arah suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu contoh dalam mempelajari bahasa kedua para pembelajar mempunyai dorongan atau motivasi tertentu misalnya ingin memperoleh prestise tersendiri dalam lingkungannya. Motivasi ini akan mengarahkan pembelajaran hanya sebatas penguasaan bahasa asing bukan mengarah pada pembelajaran yang berorientasi pada penutur dan budaya aslinya. Berbeda jika pembelajar mempunyai motivasi yang berupa kebutuhan komunikatif karena ia akan hidup dilingkungan asli bahasa kedua tersebut maka akan mengarahkan pembelajar yang berorientasi pada penutur dan budaya aslinya.

Dalam kaitannya dengan pemerolehan bahasa kedua, Finegan (2004:560) membagi motivasi pembelajaran bahasa kedua yaitu integratif dan motivasi instrumental.

a. Motivasi Integratif

Adalah motivasi yang timbul karena adanya tujuan menguasai bahasa kedua untuk kepentingan bahasa itu sendiri, yang mengakibatkan hasil belajar yang benar-benar terintegrasi berupa penguasaan bahasa kedua tersebut secara menyeruluh sesuai dengan penutur dan budaya aslinya.

Motivasi ini timbul karena adanya desakan komunikatif karena individu yang bersangkutan (pembelajarannya) tinggal/berinteraksi langsung di masyarakat yang berkomunikasi dengan bahasa kedua tersebut. Misalnya, seorang warga negara Amerika Serikat menikah dengan wanita asli Indonesia, kemudian warga negara Amerika Serikat tersebut harus tinggal di Indonesia, sehingga mau tidak mau ia harus belajar bahasa Indonesia. Maka warga amerika tersebut dalam belajar bahasa Indonesia dikatakan mempunyai motivasi integral.

b. Motivasi Instrumental

Motivasi instrumental adalah motivasi belajar bahasa kedua untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya mencari pekerjaan, agar lulus ujian, dll. Motivasi ini hanya memerlukan sedikit rangsangan dari hari untuk belajar bahasa kedua tanpa berhubungan dengan masyarakat / komunitas bahasa secara langsung. Misalnya seorang suswa SLTP yang belajar bahasa Inggris karena ingin memperoleh nilai ujian yang bagus. Siswa tersebut dapat mempelajari bahasa Inggris dari buku-buku, pelajaran, dan dari film atau lagu-lagu yang menggunakan bahasa Inggris.

Klein (1986) membagi dimensi pemerolehan bahasa kedua menjadi 6 yaitu : Prospensity, Language Faculty, Acces, Structure, Tempo, dan End-State. Dalam hal ini yang perlu digaris bawahi adalah Prospensity yang diartikan sebagai desakan atau semacam motif yang mendasari seseorang dalam mempelajari bahasa kedua (motivasi).

Lebih lanjut Klein membagi prospensity menjadi empat macam yaitu integritas sosial, kebutuhan komunikatif, sikap, dan pendidikan.

1) Integritas Sosial

Dalam hal ini seorang pembelajar bahasa kedua berpandangan bahwa apabila ia menguasai bahasa tertentu berarti berhasil memperoleh jati diri tertentu. Misalnya berhasil menguasai Bahasa Jerman adalah suatu identitas sosial tertentu yang dimilikinya.

Integritas sosial ini bisa berdampak positif dan negatif. Berdampak positif jika bahasa yang dikuasai bertatus sosial lebih tinggi daripada bahasa Ibu. Berdampak negatif jika bahasa kedua berstatus lebih rendah dari bahasa ibu, terutama pada masyarakat bahasa migran.

2) Kebutuhan Komunikatif

Pembelajar bahasa kedua juga mempunyai motivasi yang berupa kebutuhan komunikatif; mereka mempelajari bahasa kedua karena desakan kebutuhan untuk menggunakan bahasa tersebut dalam berkomunikasi. Misalnya karena pembelajar tinggal di lingkungan bahasa kedua tersebut.

3) Sikap

Desakan ini timbul apabila pembelajar mempunyai pandangan bahwa dengan menguasai bahasa kedua tertentu akan memperoleh kehidupan yang layak dan sejenisnya. Dalam hal ini desakan menimbulkan sikap positif. Akan tetapi akan menimbulkan sikap negatif jika pembelajar berpandangan bahwa menguasai bahasa kedua tertentu tidak berprospek bagus atau kehidupan akan suram, dsb.

4) Pendidikan

Desakan ini berupa alasan pembelajar untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi apabila institusi pendidikan tersebut mengharuskan pembelajar untuk menguasai bahasa kedua dan apabila institusi tersebut berada di lingkungan yang menggunakan bahasa kedua.

Motivasi selalu berorientasi pada tujuan sehingga akan memberi arah pada kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam mempelajari bahasa kedua setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda sehingga menimbulkan keragaman dalam proses serta hasil pembelajaran (pemerolehan bahasa kedua.

V. Stategi Belajar

Faktor internal yang terakhir adalah Strategi Belajar. Strategi belajar merupakan suatu fase yang mengaktifkan dan melibatkan pembelajar secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga meningkatkan kompetensi bahasa mereka.

Kecerdasan bahasa dan motivasi merupakan faktor umum yang mempengaruhi kecepatan dan level pemerolehan bahasa kedua. Sedangkan strategi belajar memegang peranan memberikan arah pada pengaruh tersebut.

Rod Ellis (1997:76-77) mendefinisikan strategi belajar sebagai pendekatan-pendekatan dan teknik-teknik tertentu yang digunakan pembelajar dalam mempelajari bahasa kedua. Senada dengan hal ini, Oxford (1990), Strategi belajar bahasa adalah tindakan, tingkah laku, langkah dan teknik yang secara spesifik diambil oleh siswa secara sadar untuk meningkatkan pemahaman, Internalisasi dan penggunaan bahasa tertentu.

Adapun macam-macam strategi belajar menurut Rebeca L. Oxford dalam "Language Learning Strategies, What Ever Teacher Should Know", ada 6 yaitu : Startegi mengingat, Startegi kognitif, Strategi kompensasi, Stategi Metakognitif, Strategi Afektif, dan Strategi Sosial.

a) Strategi Mengingat

Strategi ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu menciptakan hubungan mental, menerapkan gambar dan suara, serta mereview dengan baik dan melakukan tindakan.

Menciptakan hubungan mental dapat dilakukan dengan mengelompokkan, menghubungkan, kemudian menempatkan suatu kata pada suatu konteks; menerapkan gambar dan suara dapat dilakukan dengan menggunakan imajen, pemetaan semantik, menggunakan kata kunci untuk mengingat kata baru, serta mengunakan kode suara tertentu untuk melambangkan kata tersebut. Sedangkan mereview dan melakukan tindakan dapat dilakukan dengan melakukan tindakan melalui respon fisik dan teknik/mekanik.

b) Strategi Kognitif

Strategi kognitif adalah strategi yang mengontrol manajemen belajar. Dalam strategi ini pembelajar dituntut untuk merencanakan, memonitor, serta mengevaluasi proses belajarnya sehingga diharapkan mereka menjadi "Self Learner" dan "Independet Timer".
Strategi ini terfokus pada tugas pengulangan, menerjemahkan, mengelompokkan, membuat catatan, deduksi, mengkombinasi ulang, serta mengkontekstualisasi dan mentransfer.

c) Strategi Kompensasi

Strategi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu menebak secara cerdas dan mengatasi hambatan pada aktifitas berbicara dan membaca.

Menebak secara cerdas dilakukan dengan melihat konteks Linguistik dan non linguistik misalnya menebak makna sebuah kata. Sedangkan mengatasi sebuah hambatan pada aktifitas berbicara dan membaca dilakukan dengan menterjemah bahasa ibu, menggunakan mimik, dan bahasa tubuh, menghindari komunikasi personal, menghindari topik yang tidak dikuasai, serta menggunakan sinonim.

d) Strategi Metakognitif

Strategi ini membentuk pembelajar untuk memonitor kemajuan yang dicapai dalam pembelajaran. Pembelajar diharapkan mengevaluasi apakah strategi belajar yang digunakan tepat atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan memusatkan belajar bahasa, menyusun dan merencanakannya, serta melakukan evaluasi.

Perbedaan antara strategi kognitif dan metakognitif adalah strategi kognitif dengan memusatkan belajar bahasa, menyusun dan merencanakannya, serta melakukan evaluasi.
Perbedaan antara strategi kognitif dan metakognitif adalah strategi kognitif membantu pencapaian kemajuan, sedangkan strategi metakognitif memonitor kemajuan yang dicapai.

e) Strategi Afektif

Strategi belajar ini mencakup aspek-aspek seperti emosi, sikap, motivasi, dan nilai-nilai dalam proses mempelajari sikap, motivasi, dan nilai-nilai dalam proses mempelajari bahasa kedua. Strategi ini dapat dilakukan dengan cara menghilangkan kecemasan diri, meningkatka kepercayaan diri, serta mengontrol emosi diri dalam proses mempelajari bahasa kedua.

f) Strategi Sosial

Strategi ini berhubungan erat dengan lingkungan sosial pembelajar serta lingkungan sosial pengguna bahasa yang dipelajari. Strategi ini dapat dilakukan dengan bertanya (mengklasifikasi, memverifikasi, minta koreksi) bekerja sama (dengan teman atau native speaker), serta berempati dengan orang lain (pemahaman lintas budaya dan eksistensi orang lain).
Semua strategi belajar di atas akan berbeda penggunaannya dalam setiap aspek pemerolehan bahasa kedua. Misalnya, strategi yang mengedepankan praktek mengkontribusi kemajuan kemampuan linguistik, praktek percakapan dengan penurut asli mengontribusi kemajuan berkomunikasi, dsb.

Keragaman individu pada penggunaan strategi belajar dalam mempelajari bahasa kedua mengakibatkan proses dan hasil pemerolehan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena strategi belajar berperan dalam memberikan arah pada faktor motivasi dan kecerdasan bahasa (yang menyebabkan kecepatan dan level pemerolehan bahasa kedua yang berbeda pada setiap pembelajar).

VI. Simpulan

Dalam pemerolehan bahasa kedua setiap individu mempunyai karakteristik khas yang berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Seperti telah dibahas sebelumnya dalam faktor internal, individu dipengaruhi oleh faktor kecerdasan bahasa, motivasi, serta strategi belajar yang dimiliki. Faktor internal ini berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa kedua dalam kecepatan, level, maupun hasil atau prestasi pemerolehannya.

Kecerdasan bahasa mengakibatkan keragaman individu dalam pemerolehan bahasa kedua disebabkan karean setiap individu mempunyai kapasitas kecerdasan bahasa yang berbeda. Motivasi menyebabkan keragaman individu dalam pemerolehan bahsa kedua karena motivasi selalu berorientasi pada tujuan yang ingin dicapai sehingga memberikan corak pada proses pemerolehan ditambah lagi setiap individu mempunyai motivasi berbeda dalam pemerolehan bahasa kedua. Sedangkan strategi belajar. Strategi belajar mempengaruhi individu karena strategi belajar merupakan suatu cara untuk mengolah motivasi dan kecerdasan yang dimiliki pembelajar.


Daftar Pustaka

Ellis, Rod. 1997. Second Language Acquisition. New York: Oxford University press.
Klein, W. 1986. Second Language Acquisition. Cambridge: Cambridge University press.
Finegan, Edward. 2004. Language, Its Structure and Use: WadsWorth.
Rebecca, L.1990. Language Learning Strategies. New York: Oxford University press.
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching By Principles. Longman.
Asri Budiningsih, C. 2005. Belajar Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

No comments: