Monday, September 22, 2008

opini

PENDIDIKAN PRILAKU KONSUMTIF OLEH PEMERINTAH

Oleh : Marzuki

MAHASISWA FKIP PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

UNIVERSITAS MURIA KUDUS


Permasalahan BBM yang bermunculan baru-baru ini membuat pemerintah pusing tujuh keliling. Beberapa waktu lalu pemerintah dipusingkan dengan melonjaknya harga minyak dunia yang mengakibatkan dinaikkannya harga BBM. Akan tetapi, terlepas dari maslah itu, permasalahan lain belum mendapat perhatian serius pemerintah. Angka konsumsi yang terus meningkat akibat perilaku konsumtif masyarakat.

Disadari atau tidak. Prilaku konsumtif masyarakat tersebut tidak lain adalah hasil didikan pemerintah. Setidaknya ada tiga alasan yang menempatkan pemerintah sebagai pendidik perilaku konsumtif BBM.

Alasan pertama adalah tidak adanya kebijakan pemerintah tentang pembatasan produksi alat. tranportasi berbahan bakar yang notabennya meningkat setiap tahunnya.

Berdasarkan data tahun 2007, para produsen mobil mampu menjual 434.437 unit mobil atau meningkat 36,2 % dibandingkan tahun 2006 (318.904 unit). Sementara itu, produsen sepeda motor mampu mencapai angka 4.688.263 unit atau naik 5,89 % dibandingkan tahun 2006 (4.427.342 unit).

Bayangkan jika satu orang pengguna sepeda motor baru mengkonsumi minimal 2 liter bensin perhari berarti total konsumsi 4.688.263 orang pemilik sepeda motor baru adalah 9.376.526 liter/hari. Belum lagi konsumsi oleh pengguna sepeda motor lama.

Tidak adanya pembatasan angka produksi mengakibatkan terus meningkatnya jumlah alat transportasi berbahan bakar setiap tahunnya. Kenaikan angka produksi tersebut kemudian disambut dengan naiknya angka konsumsi BBM. Bukanlah absennya aturan tersebut merupakan suatu pendidikan untuk berbuat konsumtif?

Alasan kedua tidak adanya peraturan pembatasan konsumsi BBM. Tidak adanya peraturan tersebut jelas menyebabkan kontinuitas kenaikan angka konsumsi. Artinya ini mengajarkan dan menganjurkan masyarakat untuk berperilaku konsumtif karena mereka dengan mudah menggunakan BBM sepuasnya tanpa batas.

In imerupakan suatu persoalan serius yang tidak ditanggapi dengan serius oleh pemerintah. Pemerintah terkesan selalu nihil ketika peraturan pembatasan konsumsi ditawarkan. Tengoklah ketika opsi smart card muncul, pemerintah justru lebih memilih menaikkan harga, padahal menurut para ahli, smart card mampu mengendalikan angka konsumsi BBM subsidi sebesar + 3,7 juta kilo liter. Jika smart card ini diabaikan kenaikan angka konsumsi benar-benar terjadi. Alhasil RAPBNP 2008 yang menetapkan konsumsi BBM sebesar 35,5 kl akan membengkak menjadi + 39,2 kl.

Alasan ketiga adalah pemerintah membiarkan masyarakat terlalu lama menikmati BBM bersubsidi. Ini dimulai sejak berdirinya Orde Baru sampai dengan keruntuhannya. Imbasnya, pemerintah setelah Orde Baru terlalu berat mencabut subsidi tersebut karena masyarakat terlampau terbiasa hidup dengan BBM murah sehingga sulit bahkan tidak bisa menyesuaikan diri dengan pencabutan subsidi.

Karena terlalu lamanya kultur hidup ini menjadi candu, mengakibatkan timbulnya perilaku konsumtif. Dengan kata lain, pemborosan BBM oleh masyarakat terjadi karena harganya yang murah meriah.

Ketiga alasan tersebut mempunyai dampak negatif terhadap angka ketersediaan BBM kita. Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah menunjukkan take action dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bersifat mendidik untuk tidak konsumtif.


1 comment:

AKO.SI.RETZ said...

Hello... jzt passing by =)